Gigi susu atau gigi primer adalah sekumpulan gigi pertama.
Jumlahnya ada 20, yaitu 10 di rahang atas dan 10 di rahang bawah (masing-masing
4 gigi seri, 2 gigi taring dan 4 geraham). Jumlah itu jauh lebih kecil
dibandingkan dengan 32 gigi dewasa permanen. Gigi
susu mulai terbentuk di dalam rahim dan mulai muncul di usia 5-8 bulan,
meskipun dapat bervariasi dari anak ke anak. Anak laki-laki umumnya
lebih lambat mengembangkan gigi susu dibandingkan anak perempuan. Gigi
susu terakhir biasanya muncul di usia 2-3 tahun. Pada usia 6 – 12 tahun,
gigi susu tanggal satu demi satu untuk diganti gigi permanen. Pada usia
13, seorang anak biasanya tidak memiliki gigi susu yang tersisa, dan
sudah memiliki 28 dari 32 gigi dewasa permanen di mulutnya. Gigi
permanen terakhir biasanya adalah gigi geraham ketiga atau geraham
bungsu, yang muncul dari usia remaja akhir sampai usia pertengahan dua
puluhan.
Bagaimana kisah kepergian gigi susu Anda? Apakah berakhir di ruang
praktek dokter gigi yang serba bersih? Apakah tanpa disengaja, hampir
tertelan dan membuat Anda tersedak? Atau sebegitu menakutkannya hingga
tiap kali harus dilakukan dengan berbagai upacara khusus? Misalnya
dengan mengaitkan satu ujung benang pada gigi yang sudah goyah dan ujung
lainnya pada gagang pintu kamar, sebelum tidur, sehingga gigi akan
tertarik tiba-tiba pada pagi hari ketika ‘entah siapa’ membuka pintu
itu.
Tak bisa disangkal, peri gigi menjadi tokoh utama yang sangat penting
dalam berbagai cerita menyangkut kepergian gigi susu yang biasanya
terjadi saat kita berumur 6-7 tahun ini. Orangtua di seluruh dunia,
dengan beberapa versi yang serupa dan hampir sama, menceritakan dongeng
tentang keberadaan si peri, yang akan mengganti gigi susu yang tanggal
dengan hadiah uang atau kado kecil lainnya. Anak-anak pun berhitung, dan
biasanya memutuskan menghiraukan rasa takut, bersedia menanggalkan
giginya agar bisa disimpan di bawah bantal dan ditukar dengan hadiah
dari si peri gigi.
Mitos tentang si peri gigi diawali sebuah dongeng Perancis
berjudul La Bonne Petite Souris,
tentang seorang peri yang menjadi tikus untuk membantu Sang Ratu Adil
mengalahkan Sang Raja Nan Dzalim. Tikus kecil ini bersembunyi di bawah
bantal, menunggu si raja tertidur pulas, lalu menghajarnya sampai semua
giginya rontok. Di Amerika, baru pada abad kesembilanbelas mitos tentang
Peri Gigi Nan Baik Hati beredar, dan populer sampai sekarang. Bahkan,
Rosemary Wells,
yang diakui dunia sebagai ’ahlinya peri gigi’, sampai membuat sebuah
penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah uang penganti gigi susu terus
bergerak mengikuti jaman. Kalau di tahun 60-an jumlahnya hanya 10 sen
(sekitar 900 rupiah), sekarang sudah dipatok menjadi 2 dollar (sekitar
19 ribu rupiah)! Canggih…
Ritual seputar pelepasan gigi susu juga ditemukan di berbagai belahan
dunia. Masyarakat Eropa di abad pertengahan misalnya, biasa mengubur
gigi susu anak-anak mereka di dalam tanah agar tidak ditemukan penyihir
jahat yang dapat mengutuk mereka. Sementara, di Korea dan Vietnam, gigi
susu atas yang tanggal biasanya dikubur di bawah lantai, sementara gigi
susu bawah di lempar ke atap rumah. Sambil melakukan ini, si anak pun
meneriakkan permohonannya, agar gusinya yang sekarang ompong segera
ditumbuhi gigi tikus. Tradisi ini berakar dari kenyataan bahwa selama
hidupnya gigi tikus yang tanggal selalu tumbuh kembali.
Begitu beragam tradisi dan mitos yang beredar seputar gigi susu dan
kepergiannya yang akan segera digantikan rangkaian gigi dewasa. Sekarang
tinggal pilih, lain kali anak atau keponakan Anda menunjukkan giginya
yang goyah, kisah apa yang akan Anda ceritakan agar mereka tidak takut
melepas si gigi susu?
Sumber:
http://majalahkesehatan.com/9-tips-merawat-gigi-susu/
http://www.ot.co.id/Article.aspx?Article_id=8
0 komentar:
Posting Komentar