1. Serangga bernama "Kecupan Dementor"
Biar filmnya sudah berakhir lama, toh ternyata kepopuleran Harry Potter masih membekas hingga sekarang. Bukan hanya menyoal tentang tokoh Harry seorang saja namun juga setiap detil dalam cerita. Bahkan sosok Dementor yang mengerikan tersebut masih membekas dalam ingatan publik.
Biar filmnya sudah berakhir lama, toh ternyata kepopuleran Harry Potter masih membekas hingga sekarang. Bukan hanya menyoal tentang tokoh Harry seorang saja namun juga setiap detil dalam cerita. Bahkan sosok Dementor yang mengerikan tersebut masih membekas dalam ingatan publik.
Hal tersebut dibuktikan saat nama Dementor dipilih oleh 300 pengunjung
museum sebagai nama serangga spesies baru. Maka namanya menjadi Ampulex
Dementor. Bentuknya bisa kamu lihat pada gambar di bawah. Kabar mengenai
penamaan serangga ini pertama kali dilansir oleh Mugglenet, situs resmi
yang membahas segala detil tentang saga HARRY POTTER. Penamaan tersebut bukan tanpa sebab. Serangga satu ini dikatakan bisa
mendatangkan efek yang sama dengan "Kecupan Dementor" saat ia menggigit
tubuh manusia. Jika dalam filmnya jelas tergambarkan betapa
mengerikannya sang Dementor, maka bisa dibayangkan seperti apa gigitan
serangga kecil satu ini.
Serangga satu ini dikatakan oleh para pakar selalu membuat lawannya
lumpuh sebelum akhirnya memangsanya. Persis sama dengan Dementor bukan?
Makhluk satu ini membuangnya lumpuh ketakutan serta kedinginan terlebih
dahulu sebelum memberi korbannya dengan sebuah ciuman maut bernama
"Kecupan Dementor".
2. Gunung Tertinggi di Bimasakti
Puncak gunung Everest tingginya mencapai 8.848 meter dan disepakati sebagai gunung tertinggi di planet Bumi. Akan tetapi, Everst tidak ada apa-apanya dibanding Olympus Mons, gunung yang ada di planet Mars. Dengan tinggi hingga mencapai 14 mil, atau sekitar 22.530 meter, Olympus Mons yang merupakan gunung berapi di planet Mars saat ini juga menjadi gunung tertinggi yang pernah terdeteksi di seluruh tata surya hingga saat ini. Saking tingginya, jika seorang pendaki gunung berdiri di kaki Olympus Mons, ia tidak akan mampu melihat puncak gunung itu.
Gunung Olympus Mons masih bisa tumbuh lebih tinggi lagi dengan cara yang berbeda dengan gunung berapi di planet Bumi karena planet Mars tidak memiliki lempeng tektonik.
Dengan
tidak adanya lempeng yang bergerak di planet Mars, Olympus Mons
kemungkinan berada di sebuah saluran pembentuk gunung berapi untuk
jangka yang sangat panjang. Sebagai gambaran, Mars merupakan
planet kecil yang berukuran hanya sekitar separuh planet Bumi. Bayangkan
betapa signifikannya gunung Olympus Mons terhadap planet itu. Dengan
tidak adanya lempeng yang bergerak di planet Mars, Olympus Mons
kemungkinan berada di sebuah saluran pembentuk gunung berapi untuk
jangka yang sangat panjang. Sebagai gambaran, Mars merupakan
planet kecil yang berukuran hanya sekitar separuh planet Bumi. Bayangkan
betapa signifikannya gunung Olympus Mons terhadap planet itu.
3. Pemenang Eurovision 2014
Kontes `Eurovision 2014` bisa dibilang sebagai ajang pertaruhan bagi masyarakat Austria untuk bisa melihat wakilnya berada di posisi juara bernyanyi tingkat Eropa itu. Belakangan ini, perwakilan mereka, Conchita Wurst yang dikenal sangat kontroversial, akhirnya berhasil menjadi juara pertama.
Dilansir dari Dailymail, pria yang memiliki sifat layaknya waria dengan jenggot lebatnya itu, berhasil memenangkan kontes dengan skor 290. Beraksi di Copenhagen, Denmark, Conchita Wurst membawakan lagu andalannya berjudul `Rise Like a Phoenix` yang dianggap bernuansa `James Bond`. Conchita Wurst juga sukses menggeser harapan Inggris, Molly Smitten-Downes yang hanya bisa duduk di posisi ketujuh belas. Molly hanya meraih skor 40 dengan lagu andalannya, `Children Of The Universe`.Setelah diumumkan sebagai pemenang, Conchita Wurst berujar sambil menangis, "Ini didedikasikan bagi semua orang yang percaya kepada masa depan yang damai dan bebas." Ia pun menerima piala dari Emmelie de Forrest asal Denmark yang memenangkan kontes tahun lalu. "Kami adalah satu kesatuan dan kami tak terhentikan," tambahnya.
Conchita Wurst sendiri adalah sosok lain dari Thomas Neuwirth, pria berusia 25 tahun yang berdandan dan berperilaku layaknya seorang wanita supaya bisa menunjang suaranya yang seperti perempuan. Conchita kali pertama berpartisipasi dalam ajang seleksi Eurovision tahun lalu. Ia menempati urutan kedua. Karena Austria gagal lolos final Eurovision dalam 2 tahun terakhir, maka Austrian Broadcasting (RFO) tahun ini memutuskan tidak menggelar seleksi di mana masyarakat umum bisa memilih siapa kontestan favorit. Mereka memutuskan dalam rapat internal, hasilnya: Conchita Wurst.
4. Animator Crayon Sinchan, Doraemon, dan OnePiece
Di ruangan Timeline Studio, Gusti Artana dan Dewa Widiarta sibuk di
depan komputer mereka. Di atas drawing pad digital yang terkoneksi
dengan komputer, tangan Artana asyik memberikan sentuhan warna terhadap
salah satu latar belakang B-Daman, sebuah film animasi Jepang. Widiarta
juga tak kalah serius memainkan fitur-fitur Photoshop untuk
menyelesaikan animasinya. Dari tangan-tangan mereka di Timeline Studio,
anime Jepang dibuat. Mereka menerima proyek film animasi dari beberapa
studio animasi Jepang. Sebut saja Crayon Sinchan dan Doraemon yang
seri-serinya masih terus mereka kerjakan. “Bahkan, saking banyaknya
permintaan, kami sempat menolak beberapa,” ungkap Agung Oka, salah satu
animator Timeline.
Untuk pengerjaan animasi Crayon Sinchan dan Doraemon, Timeline Studio mendapat jatah menyelesaikan latar belakang animasi. Misalnya, detil-detil rumah beserta kelengkapannya, pohon-pohon, langit biru, halaman, dan segala macam suasana latar belakang animasi. Untuk satu seri Sinchan saja, Timeline mesti memproduksi 100 buah latar belakang animasi yang mesti dirampungkan dalam waktu seminggu. Agung Oka yang juga salah satu pendiri Timeline Studio mengaku kalau beberapa studio Animasi di Jepang memang cenderung melimpahkan pengerjaan latar belakang animasinya kepada Timeline Studio. Meskipun pernah ditawari untuk mengerjakan karakter animasi, namun Timeline lebih tertarik bergabung dalam produksi latar belakang animasi saja.
Oka menambahkan studio animasi di Jepang itu memang sengaja melemparkan beberapa proyek animasinya ke negara-negara seperti Korea, Indonesia, dan Singapura. “Ini lantaran biaya untuk membayar animator di luar Jepang terbilang lebih murah,” terangnya. Lebih dari 30 judul film animasi Jepang yang elemen latar belakangnya dikerjakan oleh Timeline Studio. Selain Sinchan dan Doraemon, ada serial animasi lainnya yang banyak digandrungi anak-anak, seperti One Piece, Prince of Tennis, Fairy Tale, B-Daman, dan lain-lain. Tak hanya menerima proyek film animasi dari luar negeri, di dalam negeri pun Timeline sering mendapat tawaran. Misalnya mengerjakan film animasi pendek, iklan-iklan animasi dari produk makanan ringan, video klip musik hingga pengerjaan visual efek sebuah film lokal. Bahkan Timeline juga pernah diajak kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia untuk mengerjakan seri-seri dari animasi Cerita Rakyat Nusantara.
Timeline Studio berdiri pada tahun 1990. Awalnya, studio ini memang sengaja untuk menangani segala tawaran proyek animasi dari Negeri Sakura. Lambat laun, studio ini tak hanya dilirik oleh industri animasi Jepang, melainkan industri kreatif dalam negeri hingga negara barat seperti Australia. Namun, Agung Sanjaya salah satu pengagas berdirinya Timeline, masih pesimis dengan perkembangan industri animasi dalam negeri. Ini lantaran kurangnya sumber daya manusia yang bisa siap pakai untuk diterjunkan langsung ke industri animasi. Padahal, menurutnya, secara umum, industri animasi itu ada di Indonesia. “Sayangnya belum banyak generasi muda yang benar-benar berani dan serius terjun ke dunia industri,” kata Oka. Serupa dengan Oka, W. Joniartha Siada animator sekaligus pengajar di New Media mengatakan masih sedikit animator Bali yang fokus menggarap film-film animasi sebagai peluang usaha. “Mereka lebih suka memproduksi animasi dalam bentuk visualisasi untuk kebutuhan sektor industrial. Misalkan visualisasi untuk keperluan properti, tutorial, hingga iklan,” jelas pria yang memiliki usaha animasi Digital Studio.
5. ProKontra Piano Bechstein Louis XV yang terbuat dari Gading Gajah
6. Siapa sih penemu Tongkat Narsis/Tongsis??
Jika tripod atau monopod digunakan sebagai alat bantu fotografi profesional, Tongsis diciptakan untuk fotografi amatiran yang mengandalkan aplikasi kamera di smartphone. Tapi sebutan narsis di sini bukan bermaksud menggambarkan gangguan psikologi narsisme. Dalam keadaan terlipat, bentuk Tongsis seperti lampu senter. Anda bisa memanjangkan besinya hingga dua meter bila ingin memakai smartphone pada holder di ujungnya. Dengan begitu, pengguna pun leluasa berfoto selfie dengan latar belakang lebih luas seperti bila menempatkan kamera di tripod.
Anindito Respati yang akrab disapa Dito ini secara tak sengaja memopulerkan Tongsis saat berlibur bersama kawan-kawan di komunitas fotografi Iphonesia ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Barat. Sebelum berangkat, Dito sengaja menyiapkan Tongsis rakitannya yang dibuat dari holder tripod dan monopod bekas. Saat itu, dia hanya ingin berfoto selfie dengan latar lebih luas—ini tak bisa dicapai kalau cuma mengandalkan panjang tangan sebagai penopang smartphone. Di tengah perjalanan, dia mengeluarkan ‘tongkat ajaib’ itu untuk memotret. “Setelah itu 35 orang langsung memesan Tongsis buatan saya,” kata Dito. Dia pun langsung mengeluarkan Rp1 juta sebagai modal membeli tripod dan monopod untuk dirakit menjadi Tongsis.
Untuk pengerjaan animasi Crayon Sinchan dan Doraemon, Timeline Studio mendapat jatah menyelesaikan latar belakang animasi. Misalnya, detil-detil rumah beserta kelengkapannya, pohon-pohon, langit biru, halaman, dan segala macam suasana latar belakang animasi. Untuk satu seri Sinchan saja, Timeline mesti memproduksi 100 buah latar belakang animasi yang mesti dirampungkan dalam waktu seminggu. Agung Oka yang juga salah satu pendiri Timeline Studio mengaku kalau beberapa studio Animasi di Jepang memang cenderung melimpahkan pengerjaan latar belakang animasinya kepada Timeline Studio. Meskipun pernah ditawari untuk mengerjakan karakter animasi, namun Timeline lebih tertarik bergabung dalam produksi latar belakang animasi saja.
Oka menambahkan studio animasi di Jepang itu memang sengaja melemparkan beberapa proyek animasinya ke negara-negara seperti Korea, Indonesia, dan Singapura. “Ini lantaran biaya untuk membayar animator di luar Jepang terbilang lebih murah,” terangnya. Lebih dari 30 judul film animasi Jepang yang elemen latar belakangnya dikerjakan oleh Timeline Studio. Selain Sinchan dan Doraemon, ada serial animasi lainnya yang banyak digandrungi anak-anak, seperti One Piece, Prince of Tennis, Fairy Tale, B-Daman, dan lain-lain. Tak hanya menerima proyek film animasi dari luar negeri, di dalam negeri pun Timeline sering mendapat tawaran. Misalnya mengerjakan film animasi pendek, iklan-iklan animasi dari produk makanan ringan, video klip musik hingga pengerjaan visual efek sebuah film lokal. Bahkan Timeline juga pernah diajak kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia untuk mengerjakan seri-seri dari animasi Cerita Rakyat Nusantara.
Timeline Studio berdiri pada tahun 1990. Awalnya, studio ini memang sengaja untuk menangani segala tawaran proyek animasi dari Negeri Sakura. Lambat laun, studio ini tak hanya dilirik oleh industri animasi Jepang, melainkan industri kreatif dalam negeri hingga negara barat seperti Australia. Namun, Agung Sanjaya salah satu pengagas berdirinya Timeline, masih pesimis dengan perkembangan industri animasi dalam negeri. Ini lantaran kurangnya sumber daya manusia yang bisa siap pakai untuk diterjunkan langsung ke industri animasi. Padahal, menurutnya, secara umum, industri animasi itu ada di Indonesia. “Sayangnya belum banyak generasi muda yang benar-benar berani dan serius terjun ke dunia industri,” kata Oka. Serupa dengan Oka, W. Joniartha Siada animator sekaligus pengajar di New Media mengatakan masih sedikit animator Bali yang fokus menggarap film-film animasi sebagai peluang usaha. “Mereka lebih suka memproduksi animasi dalam bentuk visualisasi untuk kebutuhan sektor industrial. Misalkan visualisasi untuk keperluan properti, tutorial, hingga iklan,” jelas pria yang memiliki usaha animasi Digital Studio.
5. ProKontra Piano Bechstein Louis XV yang terbuat dari Gading Gajah
Merayakan hari jadinya yang ke-160,
perusahaan piano asal Jerman, C.Bechstein merilis replika piano seri
Bechstein Louis XV yang menggunakan tuts berbahan gading gajah. Hal ini
mengundang perhatian serius dari pemerhati lingkungan karena dianggap
telah mengancam keberlangsungan hidup hewan bertubuh besar ini. Dibuat selama 3 tahun dengan tampilan
kayu berukir, dihiasi lukisan, piano ini memang menarik dan
disebut-sebut sebagai piano mewah dan mahal yang pernah diproduksi.
Desain instrumen ini dibuat berdasarkan versi aslinya yang dulu dibuat
oleh sang pendiri, Carl Bechstein untuk Ratu Victoria. Hingga kini
Bechstein berusaha memproduksi piano dengan spesifikasi yang sama,
termasuk dalam penggunaan gading gajah.Will Travers, kepala eksekutif dari Born
Free Foundation mengatakan sekitar 32.000 gajah dibunuh demi
mendapatkan gadingnya. “Ini sudah menjadi masalah serius sejak 30 tahun.
Kami semua merespon krisis ini dan kita harus melakukan sesuatu. Satu
hal yang sangat penting adalah untuk tidak menonjolkan persepsi ‘nilai’
tapi untuk meredam keinginan.”Hal ini dipertegas oleh Philip
Mansbridge, CEO dari Care For The Wild International yang menyebut
penggunaan gading menjadi keputusan tak bertanggungjawab. Menurutnya ada
2 juta gajah di alam liar pada tahun 90an dan kini tersisa 400.000.
“Ini sangat buruk. Saya tahu mereka mencoba membuat sesuatu dari abad 19
dan ingin itu orisinal tapi krisis karena perburuan, saat ini sudah
melampui batas.”
Sementara Bechstein beralasan bahwa penggunaan gading ini adalah legal. Mereka mendapatkan gading dari supplier
asal Jerman yang memiliki akreditasi. “Piano Louis XV ini spesial dan
merupakan replika dari piano bersejarah C. Bechstein. Ini alasan kami
menggunakan tuts gading di salah satu keyboard. Dalam kasus ini,
penggunaan gading adalah sah dan piano hanya tersedia dengan sertifikat
di negara tertentu. Kami menggunakan keyboard gading di negara yang
memiliki ijin untuk menggunakannya. Di negara selain itu kami mengunakan
keyboard dengan bahan sintetis.” Cina akan menjadi salah satu tujuan
piano yang menggunakan gading ini.
6. Siapa sih penemu Tongkat Narsis/Tongsis??
Jika tripod atau monopod digunakan sebagai alat bantu fotografi profesional, Tongsis diciptakan untuk fotografi amatiran yang mengandalkan aplikasi kamera di smartphone. Tapi sebutan narsis di sini bukan bermaksud menggambarkan gangguan psikologi narsisme. Dalam keadaan terlipat, bentuk Tongsis seperti lampu senter. Anda bisa memanjangkan besinya hingga dua meter bila ingin memakai smartphone pada holder di ujungnya. Dengan begitu, pengguna pun leluasa berfoto selfie dengan latar belakang lebih luas seperti bila menempatkan kamera di tripod.
Anindito Respati yang akrab disapa Dito ini secara tak sengaja memopulerkan Tongsis saat berlibur bersama kawan-kawan di komunitas fotografi Iphonesia ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Barat. Sebelum berangkat, Dito sengaja menyiapkan Tongsis rakitannya yang dibuat dari holder tripod dan monopod bekas. Saat itu, dia hanya ingin berfoto selfie dengan latar lebih luas—ini tak bisa dicapai kalau cuma mengandalkan panjang tangan sebagai penopang smartphone. Di tengah perjalanan, dia mengeluarkan ‘tongkat ajaib’ itu untuk memotret. “Setelah itu 35 orang langsung memesan Tongsis buatan saya,” kata Dito. Dia pun langsung mengeluarkan Rp1 juta sebagai modal membeli tripod dan monopod untuk dirakit menjadi Tongsis.
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/196821-olympus-mons--gunung-tertinggi-sejagat
http://news.liputan6.com/read/698886/kontroversi-biduan-berwajah-kim-kadarshian-tapi-berjanggut-lebat
http://www.uncluster.com/IN/news/gunakan-gading-gajah-piano-bechstein-louis-xv-diprotes-pemerhati-lingkungan/
http://www.businessweekindonesia.com/article/ragam/kultur-gaya-hidup/4337/simsalabimtongsis#.U5lJFnauomc
http://news.liputan6.com/read/698886/kontroversi-biduan-berwajah-kim-kadarshian-tapi-berjanggut-lebat
http://www.uncluster.com/IN/news/gunakan-gading-gajah-piano-bechstein-louis-xv-diprotes-pemerhati-lingkungan/
http://www.businessweekindonesia.com/article/ragam/kultur-gaya-hidup/4337/simsalabimtongsis#.U5lJFnauomc
0 komentar:
Posting Komentar